Terungkapnya
realitas sejarah yang membuktikan bahwa ajaran Islam telah masuk ke bumi
Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup, tentu menghadirkan cakrawala baru
bagi kita dalam melihat perjalanan panjang garis peradaban para nabi Allah. Sebagaimana
yang telah kita bahas dalam kajian kita yang telah lalu tentang “garis
perjanjian Allah Ibrahim”, dimana dari itu kita memahami bahwa sebenarnya
perjalanan panjang peradaban umat manusia tidaklah lepas dari garis perjanjian
tersebut. Maka, peradaban yang muncul dari tanah Nusantara ini menjadi nampak
bukanlah peradaban yang terputus dari garis perjanjian tersebut. Terlebih-lebih
lagi telah banyaknya pernyataan dan pengungkapan dari para ulama, ilmuan dan
sejarawan yang menyebutkan bahwa di tanah Nusantara inilah garis keturunan
ketiga Nabi Ibrahim dari istri ketiganya yang bernama Qanturah itu berada.
Kemunculan
peradaban Islam di tanah Arab yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu, kita tahu sebenarnya
adalah hal yang kedatanganya sudah diketahui oleh Nabi Ibrahim dan bahkan telah
dipersiapkannya jauh-jauh hari. Jadi meski jarak Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad
sejauh 2800 tahun, titik kebangkitan peradaban Baitullah di tanah Arab itu
sudah Nabi Ibrahim siapkan pada masa hidupnya. Ditempatkannya Siti Hajar
bersama Ismail di tanah Arab adalah bagian dari skenario peradaban yang memang
akan berjalan mengikuti pola perjanjian itu. Jadi meski di satu sisi Nabi
Ibrahim harus mempersiapkan kebangkitan peradaban di tanah Yerusalem dari garis
keturunan Ishaq, namun titik kemunculan peradaban berikutnya di tanah Arab dari
garis keturunan Ismail pun telah Nabi Ibrahim persiapkan pada masanya itu.
“Dan sungguh,
Kami telah mempergilirkan itu di antara mereka agar mereka mengambil pelajaran;
tetapi kebanyakan manusia tidak mau (bersyukur), bahkan mereka mengingkari.
Dan sekiranya Kami menghendaki,
niscaya Kami utus seorang pemberi peringatan pada setiap negeri.” (QS. Al-Furqan [25]:50-51)
Prihal keberadaan
garis keturunan ketiga Nabi Ibrahim yang berasal dari Qanturah, adalah hal telah
disepakati para ulama dan sejarawan. Terdapat banyak buku dan kitab yang dapat
menjadi rujukan tentang perkara ini. Selain dari kitab Perjanjian Lama milik umat
Yahudi dan Nasrani, hal ini juga tertulis di dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah
karya Ibnu Katsir, kitab At-Ta'rif wal I’lam karya Abu Qasim As-Suhaili, Tafsir
Al-Azhar karya Abuya Hamka, Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsir karya Maulana
Muhammad Ali, buku Salib di Bulan Sabil karya Ahmad Suhelmi, kitab Al-Kamil
fi Al-Tarikh karya Ibnu Atsir dan kitab-kitab lainnya. Berikut ini
adalah kutipan dari kitab Al-Bidayah
wan Nihayah karya Ibnu Katsir (774 H):
أول من ولد له إسماعيل من هاجر القبطية المصرية ، ثم ولد له إسحاق من سارة بنت
عم الخليل ، ثم تزوج بعدها قنطورا بنت يقطن الكنعانية فولدت له ستة ؛ مدين ، وزمران
، وسرج ، ويقشان ، ونشق ، ولم يسم السادس . ثم تزوج بعدها حجون بنت أمين فولدت له خمسة
؛ كيسان ، وسورج ، وأميم ، ولوطان ، ونافس . هكذا ذكره أبو القاسم السهيلي في كتابه
” التعريف والإعلام
”Anak pertama
dari Nabi Ibrahim adalah Nabi Ismail dari istri beliau bernama Hajar
Al-Qibtiyah Al-Misriyyah. Kemudian lahirlah Nabi Ishaq dari istri beliau Sarah
Binti ‘Am Al-Khalil, kemudian beliau menikah setelahnya dengan istri Qanturah
binti Yaqthan Al-Kan’aniyah, Maka Qanturah melahirkan 6 orang anak, bernama
Madyan, Zimran, Suraj, Yuqsan, Nusyaq dan anak yang ke-6 tidak diketahui
namanya. Sedangkan Istri ke-4 beliau adalah Hajun binti Amin, kemudian ia
melahirkan anak sebanyak 5 orang, yaitu Kisan, Suraj, Amim, Luthan, Nafis.
Semua penjelasan ini telah disebutkan oleh Abu Qasim As-Suhaili didalam
kitabnya At-Ta'rif wal I’lam.”
Adapun prihal
pandangan Bani Jawi atau Bangsa Melayu atau penghuni tanah Nusantara ini adalah
keturunan dari Qanturah istri ketiga Nabi Ibrahim itu, selain dari pada ada
dituliskan dalam berberapa kitab para ulama, seperti halnya diceritakan dalam
kitab Tafsir Ibnu Katsir dan kitab “Al-Kamil Fi Al-Tarikh” karya Ibnu Atsir,
hal ini juga diperkuat dengan riset yang dilakukan oleh sejumlah Profesor dari
Universitas Kebangsaan Malaysia dimana hasil
riset tersebut menyebutkan bahwa data tes DNA antara bangsa Melayu atau umumnya
Bani Jawi dengan DNA yang dimiliki bangsa Euro-Semetik yang selama ini diakui
sebagai keturunan Nabi ibrahim, keduanya punya kesamaan pada 27% varian
Mediternanian. Variant
Mediterranaen sendiri terdapat juga di dalam DNA keturunan Nabi Ibrahim yang
lain, seperti pada bangsa Arab dan Bani Israil. Dan pada Kongres Sejarawan Melayu Dunia yang diadakan pada tahun
1995, dengan memperimbangkan bukti-bukti yang ada disimpulkan bahwa Qanturah
adalah nenek moyang Bangsa Melayu.
Dan berikut ini
adalah kisah yang diceritakan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dan Kitab Al-Kamil
Fi Al-Tarikh:
Anak-anak Nabi
Ibrahim dari Qanturah datang kepada bapaknya Ibrahim dengan perasaan sedih dan
berkata: "Wahai bapak kami, tidak adakah dari kalangan kami yang menjadi
seorang Rasul pun yang di utus? Kalau begitu derajat kedudukan kami jauh di
bawah derajat bapak kami, tidak kah kami seperti saudara-saudara kami dari Nabi
Ishaq yang dijanjikan kemenangan atas mereka dengan diangkatnya banyak rasul
dari kalangan mereka."
Nabi Ibrahim
hanya bisa diam karena Jibril masih belum menurunkan wahyu mengenai
anak-anaknya dari kalangan anak-anak Qanturah yang digelar Jawi itu. Perasaan
sedih dan rendah diri anak-anak Jawi itu berlarut begitu lama karena semua
berita dari Suhuf Ibrahim banyak mengisahkan tentang Ishaq, Yakub dan anak cucu
mereka yang memiliki martabat Rasul Pilihan. Begitu juga mengenai Ismail yang
akan lahir dari keturunannya seorang Nabi dan Rasul Pilihan Allah, penutup
segala Nabi dan Rasul yang teragung dan bangsanya yang dimuliakan.
Nabi Ibrahim
sering berdoa demi mendengar pengaduan anak-anak Jawi-nya sambil diaminkan oleh
mereka: "Ya Tuhan kami, utuslah di kalangan mereka seorang Rasul yang
membacakan atas mereka ayat-ayat Engkau dan mengajar mereka kitab dan hikmah
dan menyucikan mereka, sesungguhnya Engkau Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Ya Tuhan
kami kurniakanlah dari isteri-isteri kami dan zuriat keturunan kami seorang
penyejuk mata dan jadikanlah kami pemimpin dari orang-orang yang
bertakwa."
Begitu sayu doa Nabi
Ibrahim sehingga Jibril datang dan memberi kabar berita: "Wahai Ibrahim, kabarkanlah
berita gembira ini kepada anak-anakmu dari Qanturah bahwa mereka memperoleh
satu derajat di sisimu di dalam Firdaus dan perintahkan kepada mereka untuk
pergi ke Timur dan sempurnakanlah agama Islam yang engkau sampaikan yang belum
sempat menyempurnakannya. Mereka akan kembali di akhirat kelak cahaya mereka
seperti cahaya anbiya dan rasul sedangkan mereka bukanlah anbiya atau pun
rasul."
Perasaan gembira
Nabi Ibrahim jelas kelihatan dengan wajahnya yang bercahaya gilang gemilang dan
memanggil semua anak-anaknya dari Qanturah, yakni: Zimran, Jokhsan, Medan,
Midian, Ishbak, Shuah, anak-anak Jokhsan: Sheba Dan Dedan. Kata Ibrahim:
"Wahai anak-anakku, bergembiralah bahwa kamu semua akan memperoleh cahaya
para anbiya dan para rasul dan pergilah kamu ke timur. Aku telah meninggalkan
satu kaum di sana semasa diperintahkan oleh Allah meninggalkan Hajar dan Ismail
dan kemudian aku diperintahkan untuk kembali ke Palestine. Selama 9 tahun kaum
itu aku seru kepada agama Allah dan belum sempat aku sempurnakan, maka di atas
pundak kalian kuserahkan tugasku ini."
Dari kisah di
atas, kita mendapati bahwa keturunan dari Qanturah ini; khusunya yang diutus ke
timur, tidaklah dari mereka akan menjadi Nabi dan Rasul tapi Allah menjanjikan
cahaya mereka seperti cahaya para Nabi dan Rasul. Memang dari kisah yang lain ada
menyebutkan bahwa salah satu keturunan dari Qanturah yang bernama Midian; yang
tidak termasuk mereka yang diutus ke timur itu, dari keturunannya lahir seorang
Nabi yang bernama Syuaib yang menjadi nabi bagi kaum Madyan. Maka dari pada ini
kita melihat bahwa memang masa kejayaan yang dijanjikan kepada garis keturunan
Qanturah ini akan berada di luar masa kenabian atau berada di masa setelah Nabi
Muhammad yang kita tahu adalah penutup dari para nabi itu.
Dari kisah
tersebut pula kita mendapati bahwa pada masa hidupnya Nabi Ibrahim, rupanya ia
bukan saja hanya mempersiapkan kebangkitan peradaban di tanah Palestina dan
tanah Arab, tapi juga telah mempersiapkan kebangkitan peradaban di tanah
Nusantara. Nabi Ibrahim disebutkan datang memberi seruan tentang ajaran agama
Ibrahim selama 9 tahun lamanya di tanah Nusantara ini. Dan setelah turunnya
keterangan yang dibawa oleh Jibril kepada Ibrahim tentang janji bagi keturunannya
dari garis Qanturan, kemudian dikirimlah anak-anak Qanturah itu ke tanah
peradaban Bani Jawi untuk menyempurnakan apa yang telah Nabi Ibrahim ajarkan
kepada mereka. Dan dari pada itu, maka kita dapat mengerti bahwa datangnya
utusan Nabi Muhammad ke tanah Nusantara di masa hidup Nabi Muhammad itu, hal
ini bukan saja lantaran karena kebetulan tanah Nusantara adalah jalur ekpedisi perdagangan
antara negeri Arab dan negeri Cina, tapi terlebih lagi dari itu hal ini juga adalah
karena Nabi Muhammad hendak mempersiapkan estafeta titik kebangkitan peradaban
selanjutnya.
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya
mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula)
memajukannya.” (QS. Al-Araf [7]:34)
Dan perkara ini
juga membuat kita menjadi mengerti akan kenyataan bagaimana mudahnya ajaran
Islam itu diterima oleh penduduk Indonesia ini. Kedekatan kita dengan ajaran
Ibrahim; dengan ajaran tauhidnya itu; dengan ajaran perserahan diri kepada
Tuhan Semesta Alam-nya itu, membuat kehadiran Islam di tanah ini menjadi sangat
kompatibel dengan jiwa kita yang memang telah mengesakan Tuhan sejak lama.
Terlalu berpanjang lebar memang untuk dijelaskan di sini perihal ajaran-ajaran
leluhur Bani Jawi yang memang telah mengenal ajaran tunduk patuh kepada Tuhan Semesta
Alam; kepada Tuhan Yang Esa itu sejak lama. Dan bahkan tidak sedikit
naskah-naskah kuno peninggalan para leluruh Nusantara ini yang mengisahkan
kisah-kisah yang menunjukan kesamaan kisah dengan kisah Ibrahim yang kita kenal
dalam kitab-kitab Islam.
Hal terpentingnya
buat kita saat ini, dalam menanggapi realitas bahwa kita orang-orang Indonesia
ini merupakan kumpulan terbesar keturunan Ibrahim dari garis keturunan Qanturah
dan bahwa kita terkoneksi dengan garis perjanjian Allah Ibrahim itu, adalah kita
harus berada dalam mode sadar sepenuhnya akan kehadiran peradaban yang menjadi
penggenapan dari syariat peradaban yang di bawa oleh Nabi Muhammad itu. Kita
harus sadar betul bahwa hari ini peradaban luhur yang berpijak kepada Milatul
Ibrahim dan berdiri di atas Minhaj Nubuwwah itu telah hadir dan hidup di negeri
kita ini. Bahwa peradaban Madinah yang terjeda penggenapannya oleh kehadiran maklumat
surat At-Taubah itu, telah bermanifestasi menjadi peradaban negeri Indonesia
ini. Jadi jangan sampai karena kepicikan berpikir dan sempitnya wawasan kita,
membuat kita tidak mengenali kehadirannya dan bahkan menolaknya. Tentang
perkara itu kita akan bahas pada kajian kita berikutnya.
Sebagai penutup,
berikut ini adalah pernyataan Ali bin Abi Thalib yang dikutip dari kitab
“Al-Jifr A’zham” tentang keterangan akhir zaman yang diperolehnya dari Nabi
Muhammad, yang menyebutkan keberadaan sebuah negeri yang akan membawa kejayaan
Islam di akhir zaman. Dimana ciri-ciri dari negeri tersebut sangatlah bertautan
dengan negeri yang kita pijak hari ini. Dan delapan ciri dari negeri yang
disebut akan membawa kejayaan Islam di akhir zaman tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Mayoritas
penduduk negeri itu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Penduduk
negeri itu berasal dari golongan ‘Ajam yakni orang-orang non Arab.
3. Penduduk
negeri itu baik-baik dan banyak yang dapat membaca Al-Quran.
4. Negeri itu
memiliki tanah yang sangat luas dan banyak orang yang hijrah ke negeri itu.
5. Negeri itu
memiliki pulau yang jumlahnya lebih dari ratusan dan di negeri itu tinggal
keturunan-keturunan Rasulullah (para habib dan sayyid).
6. Negeri itu
banyak dinaungi oleh gunung-gunung yang besar dan di negeri itu sering terjadi
gempa.
7. Negeri itu
menjalin hubungan luar negeri dengan negeri-negeri yang ada di sekitarnya,
yakni Negeri China yang berada di Timur Jauh dan Negeri yang berada di belakang
Laut Kuning yang namanya sesuai dengan nama rajanya yang dahulu, yang bernama Koreo
(Korea).
8. Di akhir
zaman, negeri ini akan menjadi Jaya, dimana semua pulau-pulau yang dimilikinya
akan dibuka dan terbuka pada masa Imam Mahdi dan Nabi Isa as.
Social Media