BLANTERORIONv101

#4 VISI ALLAH TENTANG PERADABAN MANUSIA

2 Mei 2022

Mari sekarang kita masuk terlebih dulu ke era Nabi Adam untuk melihat lembar-lembar pertama peradaban umat manusia dan melihat Visi Allah tentang perjalanan panjang peradaban umat manusia itu sendiri. Kedudukan Nabi Adam sebagai khalifah pertama di atas bumi ini dan sebagai satu-satunya manusia yang pernah tinggal di dalam tatanan surga menjadi sangat penting darinya kita menarik pelajaran sebagai dasar kita untuk memahami peran dan kedudukan kita di era sekarang ini.

Ada begitu banyak pelajaran sesungguhnya pada kisah Adam yang berada di lembar-lembar pertama peradaban manusia ini. Namun begitu, pada kajian ini kita akan fokus kepada memahami Visi Allah tentang peradaban umat manusia. Dan untuk memahami perkara itu kita dapat memulainya dengan melihat ayat berikut ini.

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah [2]:30)

Perkara khalifah ini memang sebuah perkara penting karena kepadanyalah tugas menjaga keseimbangan bumi ini diserahkan. Karenanya tidak mengherankan jika para malaikat mengajukan keberatan ketika Allah hendak menjadikan Adam sebagai khalifah di muka bumi. Dasar argument para malaikat berkeberatan sebenarnya adalah karena memang para malaikat telah tinggal bersama Adam di surga berapa waktu lamanya sebelum itu. Dan kita tahu bahwa Adam telah menunjukan kedurhakaannya kepada Allah dengan melanggar perintah Allah untuk tidak mendekati pohon khuldi itu.

Jadi dalam pandangan para malaikat, jika Adam atau manusia dengan potensi kedurhakaan yang ada padanya itu Allah jadikan khalifah di bumi, maka pastilah bumi hanya akan dipenuhi kerusakan dan pertumpahan darah di dalamnya. Karenanya para malaikat mempertanyakan kenapa Allah tidak memberikan tugas itu kepada mereka saja yang nyata sepenuhnya berada dalam ketaatan kepada Allah. Dan Allah pun menegaskan kepada para malaikat: “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Nah, pernyataan Allah kepada para malaikat inilah yang kemudian mesti kita pahami lebih jauh untuk dapat menangkap Visi Allah itu.

Jika kita perhatikan, pada ayat di atas kita mendapati bahwa sebenarnya Allah sendiri tidak menyalahkan sepenuhnya apa yang menjadi kekhawatiran para malaikat itu. Artinya visi para malaikat tentang manusia itu tidaklah sepenuhnya salah. Hanya saja itu bukanlah sebuah visi lengkap karena ada elemen-elemen lain tentang manusia yang para malaikat belum mengetahuinya. Karena ituah kemudian Allah membuat sebuah pertunjukan untuk memastikan para malaikat mengerti sepenuhnya Visi Allah tentang seperti apa peradaban manusia akan berjalan di muka bumi nantinya. Dan ini dapat kita pahami melalui ayat-ayat berikutnya.

Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua ini, jika kamu yang benar!” Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah [2]:31-33)

Allah ajarkanlah kepada Adam di hadapan para malaikat semua nama-nama. Kemudian Allah meminta para malaikat untuk mempresentasikan nama-nama itu. Nah, disinilah para malaikat kemudian menyadari akan keterbatasan pengetahuannya dan berkata: “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” Dan para malaikat pun tidak mempresentasikan nama-nama itu karena mereka dan Allah sama-sama tahu bahwa apa yang mereka ketahui itu ya hanya sebatas yang Allah beritahukan kepada mereka itu saja.

Jadi perlu kita pahami sedikit bahwa para malaikat ini memang adalah mahluk yang statis. Perbendaharaan pengetahuan mereka hanyalah sebatas apa yang Allah beritahukan kepada mereka saja. Jika Allah mengajarkan mereka A, B dan C, maka selamanya mereka hanya tahu A, B dan C itu saja. Berbeda adanya dengan manusia. Manusia adalah mahluk yang dinamis. Manusia adalah mahluk pembelajar yang cemerlang. Manusia memiliki kemampuan menyerap pengetahuan dari apa yang meka lihat dan alami. Manusia adalah mahluk yang mampu mengungkap hikmah-hikmah yang tersebunyi di balik ciptaan Allah.

Karenanya itulah ketika Adam kemudian mempresentasikan nama-nama yang telah diajarkan Allah kepadanya, maka menjadi nyatalah bagi para malaikat bahwa penilaiannya kepada Adam adalah keliru. Dan menjadi lengkaplah visi malaikat tentang manusia sebagaimana Visi Allah itu. Dan Allah pun berfirman: “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?”

Dari pada itu kemudian dapatlah kita manarik kesimpulan bahwa dalam Visi Allah perjalanan panjang peradaban umat manusia di atas bumi ini memanglah akan dipenuhi dengan kerusakan dan pertumpahan darah. Namun begitu, kemampuan manusia untuk belajar dari pengalaman dan kesalahan-kesalahannya, pada akhirnya manusia akan dapat sampai kepada satu titik dimana mereka dapat mengatasi problematika kecenderungan mereka untuk merusak dan menumpahkan darah. Pada akhirnya manusia akan sampai kepada peradaban damai tanpa pertumpahan darah itu. Maka, mewujudkan peradaban damai tanpa pertumpahan darah di dalamnya ini pula yang harus menjadi Visi kita manusia di hari ini.

Pertanyaannya sekarang, mungkinkah manusia sampai pada titik terwujudnya peradaban damai tanpa pertumpahan darah itu? Tentu saja bisa! Dan tentang perkara ini sebenarnya sejak awal ketika diturunkannya manusia ke atas bumi, Allah sudah memberikan clue. Allah telah meninggalkan petunjuk kunci bagi umat manusia untuk sampai kepada peradaban yang demikian itu. Dimana tentang perkara ini dapat kita pahami melalui ayat berikut:

Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (Taha [20]:123-124)

Jadi sejak dari awal diturunkannya Adam dan Hawa di atas bumi ini, Allah telah menjelaskan bahwa problem paling mendasar yang akan dihadapi peradaban umat manusia adalah ‘permusuh-musuhan’. Dan kenyataan ini pulalah yang telah kita saksikan dalam perjalanan panjang peradaban umat manusia sampai hari ini. Peperangan dan saling mempertumpahkan darah nyaris tidak pernah abstain dari sejarah peradaban umat manusia sejak awal sampai dengan saat ini. Namun begitu, Allah telah berjanji akan mendatangkan petunjuk kepada manusia untuk mengatasi persoalan besar itu. Dan petunjuk pertama bagi manusia yang juga adalah petujuk kunci bagi persoalan besar itu, Allah berikan bersama dengan diturunkannya Adam dan Hawa ke atas bumi ini.

Jadi, tentu bukan tanpa alasan ketika Allah menurunkan Adam dan Hawa, Allah menurunkanya secara terpisah dan dalam jarak yang begitu jauh. Ini tentu bukan karena Allah hendak menyusahkan Adam dan Hawa, melainkan pastilah karena Allah hendak memberikan pelajaran kepada manusia. Karena Allah hendak meletakan pentujuk sebagaimana dijanjikan-Nya itu. Dan petunjuk pertama yang menjadi kunci penyelesaian problem besar umat manusia itu Allah letakan di titik pertemuan Adam dan Hawa itu sendiri.

Jabal Rahmah yang menjadi center of Arafah itulah tanda pertama untuk umat manusia. Jabal Rahmah yang berarti bukit kasih sayang; tempat dimana Adam dan Hawa betemu ini menjadi pengingat bagi umat manusia bahwa hanya dengan berdiri di atas dasar hukum kasih sayang sajalah manusia dapat menyelesaikan PR besarnya dan mewujudkan peradaban damai tanpa pertumpahan darah itu. Jabal Rahmah menjadi simbol abadi bagi manusia akan kekuatan kasih sayang sebagai elemen pemersatu. Jabal Rahmah juga menjadi pengingat bagi kita bahwa dari diri yang satulah kita semua bermula. Kenyataan ini sesungguhnya menempatkan kita pada posisi tidak memiliki satu pun alasan untuk tidak berkasih sayang.

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kasih sayang. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa [4]:1)

Di puncak Jabal Rahmah itulah kita mendapati Tugu Kasih Sayang yang dibangun untuk menjadi monumen yang mengingatkan kita untuk menghormati hukum kasih sayang Allah itu. Berkumpul di padang Arafah di sekitar Tugu Kasih Sayang ini telah menjadi sebuah ritual penting dimana jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia berkumpul setiap tahunnya untuk melakukan wukuf di sana. Dan bahkan wukuf di Arafah itu sendiri merupakan satu prosesi inti dari pada ibadah haji itu sebagaimana dalam sebuh hadits ada diterangkan: “Al Hajj Arafah”. Inti dari haji adalah Arfah.

Bahkan haji itu sendiri sebenarnya adalah sebuah ritual yang berisi metodelogi warisan para nabi tentang bagaimana cara mewujudkan visi peradaban damai tanpa pertumpahan darah itu tadi. Haji merupakan napak tilas kenabian yang di dalamnya berisi simpul-simpul ajaran yang dibawa oleh para nabi sejak Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad. Tentang perkara haji ini tentu tidak akan kita bahas di sini tapi insha Allah akan kita bahas pada kesempatan yang lain.

Intinya adalah kita manusia harus menyadari betul keberadaan visi peradaban manusia itu. Dimana mewujudkan satu peradaban damai tanpa pertumpahan darah di dalamnya itu haruslah menjadi visi peradaban kita hari ini. Dan hendaklah juga kita menyadari betul bahwa satu-satunya landasan yang memungkinkan kita untuk kaluar dari problematika kecenderungan kita untuk bermusuh-musuhan adalah kembali kepada fitrah yang Allah tetapkan atas penciptaan kita sejak mula-mula. Kasih Sayang.

Komentar