Isa putera Maryam
adalah nabi yang dikenal dengan kelahirannya yang ajaib. Dilahirkan dari rahim seorang
perawan yang tidak pernah disentuh laki-laki. Keajaiban kelahiran Nabi Isa ini
tentu bukan sekedar karena Allah hendak menunjukan kebesaran-Nya semata,
melainkan untuk menjadi sebuah pertanda. Pertanda bahwa kedatangan Nabi Isa
tidak untuk meneruskan tradisi Dinasti Daud dan bahkan ia datang untuk
menasakhkannya. Nabi Isa bukan saja secara biologis tidak mewarisi genetika bapak
tapi secara psikologis pun Nabi Isa terputus dari genetika syariat Dinasti Daud
itu. Dia datang membawa Ruhul Qudus. Datang untuk membawa Bani Israil kepada
kemurnian ajaran Nabi Musa dan Nabi Ibrahim. Karena itulah Nabi Isa pernah
berkata kepada murid-muridnya bahwa akan datang harinya dimana tidak ada satu
batu pun pada Bait Allah (Haikal Sulaiman) itu yang akan dibiarkan terletak di
atas batu yang lain; semua akan diruntuhkan.
“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (QS. Al-Baqarah [2]:106)
Perkara menasakhkan syariat sebelumnya, atau menggantikan syariat tersebut dengan yang lebih baik, hal ini adalah perkara biasa yang kita dapati dalam perjalanan panjang garis peradaban para nabi. Dan dalam konteks Nabi Isa ini, ini bukan berarti kita hendak mengatakan bahwa tradisi kedinastian yang dibangun oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman itu salah. Melainkan ini lebih lantaran sebab peradaban umat manusia memang harus terus bergerak menuju puncak peradaban sebagaimana Visi Allah tentangnya dan sebagaimana misi kedatangan para nabi itu sendiri. Menuju peradaban tanpa pertumpahan darah di dalamnya. Menuju kepada tatanan tanpa ruang perpecah-belahan padanya.
“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku,
yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang
akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul
itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata:
"Ini adalah sihir yang nyata".” (QS. As-Shaf [61]:6)
Sebagaimana
diterangkan pada ayat di atas, kita mendapati bahwa kedatangan Nabi Isa bahkan
sebenarnya lebih kepada untuk mempersiapkan Bani Israil bagi datangnya sebuah peradaban
baru yang akan dibawa oleh seorang nabi yang bernama Ahmad (Muhammad). Jadi
sebenarnya, kedatangan Nabi Isa ini adalah untuk mengatur transisi dari era
kerajaan yang dibangun oleh Dinasti Daud kepada era kerakyatan yang akan
dibangun oleh Nabi Muhammad nantinya. Konsekuensi dari ini memang berarti
mengharuskan adanya nasakh terhadap syariat dari tradisi lama sejak dimulainya
Dinasti Daud itu. Sebab sebagaimana digambarkan oleh Nabi Isa sendiri, tidaklah
mungkin menambal baju yang sudah tua dengan kain yang baru. Itu hanya akan
memperbesar koyak pada baju yang lama. Atau tidak mungkin mengisi kantong kulit
yang yang tua dengan anggur yang baru. Karena kantong itu akan koyak dan anggur
yang baru akan terbuang sia-sia.
Singkatnya,
tradisi tua Dinasti Daud dari garis bapak itu harus ditinggalkan dan Bani
Israil harus ditarik kepada Ruhul Qudus. Kepada semurni-murninya ajaran Taurat.
Ini tentu bukan juga berarti bahwa Nabi Isa menyangkal seluruh ajaran Nabi Daud
melainkan membawa kepada kemurnian ajaran Nabi Daud sendiri sebagaimana ajaran
Nabi Musa dan Nabi Ibrahim. Membawa kepada esensi dari pada agama itu sendiri.
Membawa kepada ajaran kemanusiaan. Karenanya itulah dia menyebut dirinya dengan
sebutan Anak Manusia. Karenanya juga kita tidak mendapati Nabi Isa
mempromosikan kembalinya Kerajaan Daud padahal itulah sebenarnya yang ditunggu oleh
Bani Israil itu sendiri. Bahkan di dalam Al-Kitab kita mendapati Nabi Isa sendiri
menolak disebut sebagai Anak Daud.
Apa yang
dipromosikan oleh Nabi Isa justru adalah Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga dan
kedatangan Anak Manusia untuk yang kedua kalinya nanti. Kedatangan Isa al-Masih
atau Anak Manusia untuk kedua kalinya itu; dimana di masa itulah Kerajaan Surga
itu akan terwujud, memang baru akan tergenapi di akhir zaman nanti. Bahkan penggenapan
itu tidaklah di zaman Nabi Muhammad itu sendiri. Namun begitu, Nabi Muhammad
yang dikabarkan kedatangannya sebagai berita gembira oleh Nabi Isa itulah yang
akan menggenapi seluruh Visi Kenabian dan melengkapi seluruh infrastruktur yang
dibutuhkan bagi datangnya Kerajaan Allah itu.
“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah
kembali (semua makhluk).” (QS. An-Nur [24]:42)
Terwujudnya
kerajaan Allah itu sendiri adalah ketika Allah menjadi satu-satunya raja atas
umat manusia. Tidak ada lagi seorang pun yang akan menjadi pemilik atas satu
kerajaan. Pada hari itu setiap orang adalah pemilik yang sama dari kerajaan.
Pada hari itu seluruh kedaulatan berada di tangan seluruh rakyat. Tidak ada
lagi manusia menjadi pemilik manusia. Manusia menjadi hamba manusia. Manusia
menjadi budak manusia. Itulah era dimana kedaulatan sepenuhnya ada di tangan
rakyat. Kepemimpinan pada hari itu adalah kempemimpinan rakyat. Dan untuk
sampai kepada masa itu memang manusia harus dihantarkan terlebih dulu sampai
kepada titik kemanusiaannya yang adil dan beradab. Manusia harus pula dibekali
oleh infrastruktur hikmah kebijaksaan yang lengkap untuk sampai kepada
kemampuan menetapan hukum sebagaimana Allah menetapkan.
Mempersiapkan
transisi dari era kerajaan kepada era kerakyatan inilah yang dilakukan oleh
Nabi Isa itu. Karenanya seiring kali ia menyebut kepada anak-anak kecil yang
lemah itu, kepada rakyat jelata yang miskin itu, bahwa merekalah pemilik dari
kerajaan Allah. Bahkan lebih jauh lagi ia meninggalkan satu tanda yang
fenomenal. Satu tanda yang tidak pernah seorang pun lakukan sebelumnya. Yaitu
membasuh kaki murid-muridnya. Hal ini ia lakukan untuk menegaskan datangnya
satu era baru di mana seorang pemimpin bukan didudukan di atas tahta untuk
dilayani rakyat, melainkan ia berdiri untuk melayani seluruh rakyat. Dan
sejatinya memang satu pemerintahan itu hadir untuk sepenuhnya mewujudkan
keamanan dan kemakmuran bagi rakyatnya.
Transisi ini sekaligus
juga merupakan transisi garis peradaban dari garis keturanan Israil kepada
garis keturunan Ismail. Transisi peradaban dari tanah Baitul Maqdis di
Yerusalem ke tanah Baitullah di Mekah. Yang mana ini juga berarti bahwa
kedatangan Nabi Isa itu merupakan sebuah konfirmasi keterkutukan Bani Israil
itu sendiri. Sebab sebagaimana perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim bahwa “janji-Ku
itu tidak menegenai orang-orang yang zalim”. Penolakan Bani Israil kepada Nabi
Isa; dengan menghujatnya, menangkapnya dan menaikannya ke tiang salib, meski
Nabi Isa tidak terbunuh di tiang salib itu, adalah konfirmasi yang nyata atas
akhir dari janji Allah bagi Bani Israil.
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan
Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas.” (QS. Al-Maidah [5]:78])
Selepas peristiwa
penyaliban Nabi Isa itu maka selesailah sudah misi kedatangannya yang pertama.
Allah pun mengangkat Nabi Isa ke hadirat-Nya. Maka setelah itu jalan
keselamatan umat manusia haruslah menunggu kedatangan Nabi Muhammad. Namun
begitu, sebagai mana nubuat yang kita ketahui, bahwa Nabi Isa atau Al-Masih
Putera Maryam atau Anak Manusia ini, akan datang kembali untuk megenapi misinya
sekaligus menjadi tanda kebangkitan di akhir zaman. Menjadi tanda datangnya
Kerajaan Allah. Dan di era Nabi Muhammad itulah segala sesuatu yang dibutuhkan
umat manusia bagi datanganya hari kebangkitan itu dipersiapkan. Nabi Muhammad
menjadi penyempurna sekaligus penutup estafeta panjang misi kenabian yang
darinyalah umat manusia menerima warisan sangat berharga: Al-Qur’an dan Sunnah
Kebanian yang utuh-lengkap.
Social Media