BLANTERORIONv101

#2 MELIHAT DEFINISI KHALIFAH MENURUT AL-QUR’AN

26 April 2022

Isu atau topik tentang khilafah ini memang akan menjadi satu topik penting di sepanjang perjalanan peradaban kita. Dan bahkan kita tahu bahwa topik tentang khalifah itu sendiri telah menjadi satu topik serius pada lembar pertama peradaban umat manusia. Yang bahkan saat Nabi Adam masih di surga – belum Allah turunkan ke muka bumi ini, topik tentang khalifah ini sudah menjadi percakapan serius antara Allah dan para malaikat-Nya di sana.

Ketika Allah bermaksud menjadikan Nabi Adam sebagai khalifah di muka bumi, para malaikat mengutarakan ketidaksetujuannya akan rencana tersebut lantaran menilai bahwa manusia itu hanya akan merusak dan mempertumpahkan darah saja di atas bumi. Hal ini bisa kita lihat di dalam QS. 2 ayat 30:

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Jadi, apa sebenarnya yang Allah maksud dengan khalifah ini? Dan kenapa ini menjadi satu topik besar serta menjadi satu percakan serius antara Allah dengan para malaikat-Nya? Perkara ini tentu menjadi perkara penting untuk kita pahami dengan baik. Artinya kita harus paham betul apa definisi khilafah itu menurut Qur’an yang disebut sebagai kitab yang menjelaskan segala sesuatu itu. Dan untuk memahami perkara tersebut kita dapat memulainya dengan melihat penjelasan dalam QS. Shad [38] ayat 26:

يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ ࣖ

(Allah berfirman), “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

Dari ayat tersebut kita dapat mengerti apa yang Allah maksud dengan khalifah itu. Penunjukan Allah kepada Nabi Daud yang kita tahu adalah seorang raja dengan imperium yang besar, membuat kita dapat menarik kesimpulan bahwa bicara khalifah ini adalah bicara tentang kekuasaan; tentang sistem kepemimpinan; atau tentang sistem pemerintahan.

Jadi kita dapat mengerti kenapa topik tentang khalifah ini menjadi topik penting. Karena memang baik buruknya kehidupan ini, begitu juga kehidupan berbangsa dan bernegara kita sangat bergantung pada seperti apa sistem pemerintahan yang kita selenggarakan. Sistem pemerintahan yang baik akan melahirkan masyarakat yang damai sejahtera dan sistem pemerintahan yang buruk hanya akan melahirkan masyarakat yang kacau dan menderita.

Dan sistem pemerintahan yang Allah kehendaki itu; sebagaimana yang dijelaskan pada ayat di atas adalah sistem pemerintahan yang di dalamnya terdapat jaminan keadilan untuk semua orang tanpa terkecuali. Sistem pemerintahan yang tidak diselenggarakan menurut hawa nafsu; yang artinya ia harus berlandaskan pada hikmah kebijaksanaan. Harus selaras sejalan dengan fitrah Allah atas penciptaan manusia itu sendiri.

Artinya, bicara khalifah atau kekhalifahan ini ia haruslah berpijak kepada dua hal yang sangat mendasar. Padanya harus tegak perikeadilan yang mana untuk mencapai itu ia harus berdasar pada perikemanusiaan. Dengan kata lain, definisi tentang khalifah itu adalah sistem pemerintahan yang selaras sejalan dengan fitrah Allah atas penciptaan manusia atau perikemanusiaan itu dan tegak di dalamnya keadilan yang berlaku sama kepada setiap orang tanpa terkecuali atau perikeadilan itu.

Jadi sebenarnya sesederhana itu perngertian khalifah itu. Sesederhana ukuran lurusnya din yang Allah jelaskan pula pada QS. Ar-Rum [30] ayat 30 berikut ini:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama; (selaras) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Jadi jangan sampai kita termasuk orang-orang yang tidak mengetahui tentang hal itu. Jangan sampai karuwetan cara kita berpikir justru malah menjauhkan kita dari kemurnian yang sebenarnya tentang perkara agama dan khalifah ini.

Nah, dengan berbekal pemahaman itulah baru kita melangkah lebih lanjut untuk memahami secara utuh tentang perkara kekhalifahan ini. Agar pada akhirnya kita dapat melihat dengan terang tentang sistem pemerintahan yang seperti apa yang Allah kehendaki untuk manusia itu dan menjadi jelaslah buat kita siapakah sebenarnya khilafah ala minhajin nubuwah yang dimaksud.

Pada titik ini memang masih terlalu dini buat kita untuk menarik kesimpulan yang tegas meski itu sebenarnya memungkinkan. Dari ayat tersebut di atas secara tersirat sebenarnya kita dapat menangkap arah dan bentuk sistem pemerintahan yang diridhoi-Nya itu. Akan tetapi agar kita dapat sampai pada titik teguh hati; sampai pada titik kesimpulan yang meyakinkan, mari kita lebih dulu mengkaji jejak-jejak yang diwarisi para nabi Allah kepada kita untuk melihat gambar utuhnya.  

Catatan penting yang perlu juga untuk kita perhatikan adalah bahwa meski QS. Shad [38] ayat 26 di atas bicara tentang pemerintahan Nabi Daud yang kita tahu bersama berbentuk kerajaan dengan sistem imperiumnya, namun jangan dulu kita tergesa-gesa menarik kesimpulan bahwa sistem pemerintahan yang demikian itulah yang Allah kehendaki. Karena kita tahu era Nabi Daud sendiri belumlah merupakan titik puncak dalam estafeta kenabian. Bahkan Allah juga meninggalkan catatan-catatan tersediri tentang Kerajaan Daud ini yang nanti akan kita bahas tentangnya. Intinya, kita harus terlebih dulu menarik garis lurus yang utuh sampai dengan ke zaman Nabi Muhammad untuk kemudian kita sama-sama menarik kesimpulan yang meyakinkan tentang perkara ini.

Dan sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa bisa saja kita langsung merujuk kepada Nabi Muhammad yang memang berada pada titik puncak estafeta kenabian untuk melihat syariat kepemimpinan atau syariat bernegara yang ditinggalkanya untuk kita, namun jika kita tidak berbekal pemahaman akan jejak-jejak yang ditinggalkan para nabi sebelumnya kita menjadi tidak memiliki topangan-topangan argumentasi untuk memahami apa-apa yang mendasari pemberlakuan-pemberlakuan yang dilakukan oleh nabi Muhammad itu sendiri.

Komentar