Baik rasanya kita masuk terlebih dulu
pada kajian tentang konsepsi penciptaan semesta alam sebelum kita mulai
mengkaji simpul-simpul peradaban para nabi. Kita tentu menyakini bahwa dari
Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang
itulah seluruh kehidupan ini bermula. Semesta alam dengan milyaran
entitas yang ada di dalamnya ini menjadi ada karena keberadaan-Nya. Artinya apa? Artinya, karena dari Allah yang Maha
Pengasih Maha Penyayanglah semua ini bermula, maka menjadi sebuah kepastian bagi
kita bahwa tema utama dari kehidupan ini sesungguhnya
adalah tentang Kasih Sayang. Bahwa hukum utama
kehidupan ini pun adalah hukum kasih sayang. Kasih
sayang itulah satu-satunya kebenaran itu sendiri.
Karenanya tidak mengherankan bagi kita mendapati basmallah Allah letakkan sebagai inti dari segala hukum Qur’an itu sendiri. Dan tidak mengherankan juga jika ada disabdakan dalam hadits riwayat Al-Khatib bahwa: “Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanirrahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” Karena memang tidak ada kebenaran di luar dari kasih sayang itu. Maka, segala apapun yang hendak kita selenggarakan di atas bumi ini haruslah ia berangkat dari nama Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahim itu.
Jadi, ketika
di dalam sejarah peradaban umat manusia kita mendapati kerajaan Fir’aun Allah
hancurkan, kaum Luth, kaum Aad, kaum Tsamud Allah binasakan, itu adalah satu
kenyataan bahwa memang segala apapun yang bertentangan dengan hukum kasih sayang
Allah itu, maka dapat dipastikan ia hanya akan berujung pada kehancuran dan
kebinasaan. Manusia tentu tidak mungkin melawan kehendak Allah.
Maka dari itu, apapun yang hendak kita
mulai; apapun yang hendak kita bangun dan selenggarakan, haruslah dari
basmallah itu ia diawali. Haruslah berdasarkan hukum kasih sayang Allah ia
bermula. Karena kita tidak mungkin melawan sistem besar alam semesta yang
adalah manifestasi dari Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang itu
sendiri. Kita tidak mungkin mengharapkan berkah dan kebaikan dari apa yang kita
mulai, bangun dan selenggarakan dengan mengikari hukum kasih sayang yang Allah
tetapkan atas semesta alam itu.
Kita memang tidak akan pernah mungkin untuk bertemu atau
melihat Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang itu secara langsung. Namun
meski begitu, kita dapat mengenal dan meyakini bahwa Dia adalah Maha Pengasih
Maha Penyayang adanya melalui sistem Maha Besar semesta alam ini. Alam semesta
ini adalah bukti senyata-nyatanya akan kebesaran dan kemahasempurnaan Allah.
Akan betapa Maha Pengasih Maha Penyayangnya Allah. Akan betapa seluruh pujian
hanya bagi-Nya semata. Akan betapa kita menjadi saksi alam semesta yang tiada
cela padanya ini. Keserasian, keteraturan, kelimpahan dan berbagai kemudahan adalah
kenyataan yang tak terbantahkan. Semua itu karena memang dari Dia Yang Maha
Pengasih Maha Penyayang itulah alam semesta ini bermula.
Semesta alam dengan segala isinya ini Allah tundukan untuk manusia. Allah
hadirkan kelimpahannya untuk melayani dan menyenangkan hati manusia. Dan tidak
ada satupun dari kita yang dapat membantah bahwa bumi yang kita tinggali ini
menyimpan potensi surgawi. Betapa tidak! Jutaan ton ikan dengan berbagai
jenisnya itu kita angkat dari laut setiap harinya dan tidak pernah ada
habisnya. Jutaan ton makanan dengan berbagai jenisnya; buah-buahan,
biji-bijian, sayur mayur, daging dan lainnya itu kita hasilkan setiap harinya
dari hamparan bumi ini. Keindahan alam yang tersebar di berbagai penjuru bumi
ini yang tak terhitung banyaknya untuk kita nikmati. Limpahan bahan perhiasan
emas, perak, permata, mutiara dan bergai jenis lainnya yang Allah sediakan
untuk kesenangan manusia. Oksigen yang Allah isi penuh bumi ini dengannya yang
kita dapat menikmatinya dimana saja kita berada, dan berbagai nikmat lainnya
yang tidak mungkin kita dapat menghitungnya. Semua itu menjadi satu kepastian
betapa “segala puji bagi Allah Rabb semesta alam”.
Dan eksistensi serta keteraturan dari pada kesatuan semesta alam dengan
miliyaran entitas yang ada di dalamnya ini terjadi lantaran tegak padanya hukum
kasih sayang Allah itu. Allah mendesain alam semesta ini menjadi satu sistem
dimana milyaran entitas di dalamnya itu terkoneksi dalam kesaling-bergantungan
yang absolut.
Setiap entitas adalah penopang bagi entitas yang lain dan tidak ada satu
pun entitas yang dapat eksis tanpa ditopang oleh entitas yang lainnya. Pohon hanya
dapat hidup jika ditopang oleh air, tanah, matahari, udara dan lainnya. Manusia
hanya dapat hidup jika ditopang oleh tumbuh-tumbuhan, matahari, hewan, air,
udara dan yang lainnya. Demikian juga halnya dengan segala apapun yang ada di
alam semesta ini. Keberadaannya bergantung penuh pada keberadaan entitas yang
lainnya.
Karenanya kebenaran keberadaan satu entitas adalah ketika ia menopang;
ketika ia memberi manfaat bagi entitas yang lainnya. Perhatikanlah pohon dan buah
yang dihasilkannya. Adakah buah-buah yang dihasilkannya itu diperuntukan untuk
dirinya sendiri? Perhatikanlah lebah dan madu yang dihasilkannya. Apakah
madu-madu yang dikumpulkannya itu semata-mata untuk kepentingannya sendiri?
Perhatikanlah matahari dan sinar yang dipancarkannya. Apakah sinar yang
dipancarkannya itu untuk kepentingannya sendiri? Segala sesuatu di semesta alam
ini hadir untuk menopang; hadir untuk memberi manfaat bagi entitas yang lain. Itulah
hukum semesta alam yang harus dipatuhi oleh umat manusia.
Kesatuan sistem saling bergantung yang absolut pada alam semesta ini adalah
satu bentuk ketetapan dari Rabb Semesta Alam akan keharusan tegaknya hukum yang
memastikan segala sesuatu terpelihara sebagaimana mestinya. Dan seluruh entitas
di luar manusia secara pasti telah berada dalam kepatuhan yang sempurna akan
peran penciptaannya masing-masing. Manusialah satu-satunya mahluk berkesadaran
yang diberi kebebasan memilih jalannya oleh Allah. Dimana hal itu menempatkan
manusia sebagai penentu terpelihara atau rusaknya tatanan semesta alam ini.
Itulah tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.
Jadi, tema besar kehidupan ini memang adalah tentang manusia.
Tentang dapatkah manusia sebagai khalifah memikul
amanat yang Allah berikan kepadanya untuk menjadi pemelihara bumi dengan segala
apa yang ada di dalamnya. Bumi ini dapat menjadi layaknya surga jika manusia
bersedia untuk menghormati segala apa yang Allah tetapkan padanya. Bumi ini pun
dapat menjadi tempat kediaman layaknya neraka jika manusia menyimpang dari
apa-apa yang Allah telah gariskan untuknya. Manusia hadir di atas bumi ini
untuk menjadi saksi betapa Allah itu nyata Ar Rahman Ar Rahim
dan batapa tidak ada pelihan lain yang kita punya selain tunduk berserah diri
kepada-Nya.
Social Media