Sejarah itu adalah sebuah perkara yang sangat penting. Dan membangun koneksi yang kuat antara rakyat Indonesia dengan sejarah bangsanya adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab dapat dipastikan jika bangsa ini terputus dari pada sejarahnya itu, maka kita hanya akan menjadi satu bangsa yang bingung dan tidak memiliki arah yang pasti untuk melangkah. Melalui kontemplasi dan internalisasi sejarah peradaban di masa lalu itulah kita akan dapat dengan jelas menatap masa depan dan melakukan idealisasi peradaban kita di masa sekarang ini. Sebagaimana yang Bung Karno katakan: “Sejarah adalah kaca benggala untuk menatap masa depan”.
Tentu sejarah tidak boleh hanya kita lihat sebagai kumpulan-kumpulan peristiwa di masa lalu yang tidak ada sambung-perkaranya dengan kehidupan kita di hari ini. Sejarah harus kita lihat sebagai kumpulan pesan dan pelajaran yang padanya terkandung kebenaran yang teruji oleh zaman. Sejarah adalah indentitas yang paling jelas yang dengannya kita dapat mengenali jati diri kita sebagai sebuah bangsa dengan tegas. Dan bahkan di dalam sejarah itulah terkandung amanat dan hikmat tentang perkara apa yang seharusnya kita perbuat. Maka dari pada itu, secerdas-cerdasnya satu negeri adalah negeri yang memastikan terbentuknya koneksi yang kuat antara rakyatnya dengan sejarah bangsanya.
Jadi, ketika Bung Karno mengatakan: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya”. Itu artinya Bung Karno hendak mengatakan bahwa jika benar kita bermaksud untuk menjadi bangsa yang besar, maka pastikanlah seluruh anak bangsa ini terhubung dengan baik dengan sejarah bangsanya itu. Dan kita juga tidak bisa menyalahkan rakyat jika hari ini kita melihat banyak dari mereka yang justru memiliki ikatan yang lebih kuat dengan sejarah bangsa lain ketimbang sejarah bangsanya sendiri. Kenyataan bahwa tidak sedikit rakyat Indonesia yang lebih paham dengan sejarah peradaban Timur Tengah ketimbang sejarah peradaban bangsanya, ini lebih karena sebab kita memang belum bersungguh-sungguh mengkoneksikan rakyat dengan sejarah bangsanya yang hebat itu. Dan bahkan boleh dibilang disengaja atau tidak; disadari atau tidak oleh kita, kita telah banyak mengambil sikap yang justru menjauhkan rakyat Indonesia dari sejarah bangsanya sendiri.
Salah satu contoh kesalahan yang sangat serius tentang bagaimana kita telah menjauhkan rakyat Indonesia dari sejarah bangsanya adalah tindakan kita yang telah mengurung Tugu Petir atau Tugu Proklamasi dan mempersulit akses rakyat untuk bernostalgia denganya. Padahal, Tugu Petir ini adalah monumen yang sangat penting untuk membangun koneksi rakyat Indonesia dengan jati diri bangsanya. Ketika kita bicara sejarah tentu tidak cukup kita hanya mengandalkan narasi-narasi di dalam buku pelajaran sekolah. Kita juga perlu menunjukan kepada rakyat bukti-bukti fisik tentang sejarah peradaban bangsa kita itu. Kita harus membiarkan rakyat dan bahkan mengajak mereka untuk melihat dan menyentuh secara langsung monumen-monumen sejarah peradaban bangsanya. Sebab sebagai mahluk berfisik, tentu setuhan fisik dengan objek-objek sejarah itu sangat diperlukan agar koneksi rakyat Indonesia dengan sejarah bangsanya tidak hanya terjadi di alam imajinasi tapi juga di alam nyata.
Kita tidak bisa menyangkal bahwa Tugu Proklamasi atau Tugu Petir adalah salah satu monumen sejarah yang sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia. Karena di titik inilah suara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 itu menggema laksana petir yang menjeda semua suara yang ada. Di titik inilah bangsa Indonesia dilahirkan sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Di titik inilah bangsa Indonesia menyatakan kepada dunia akan kehadirannya sebagai satu bangsa yang bukan saja mengklaim dirinya merdeka, tapi juga berikrar untuk menegakkan kemerdekaan sebagai haknya segala bangsa serta akan berjuang demi hapusnya penjajahan dari atas dunia. Karenanya Tugu Petir ini adalah titik sakral bagi bangsa Indonesia karena di titik inilah cetusan jiwa sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia itu dikumandangkan.
Penting juga buat kita menangkap maksud dan pesan Bung Karno ketika dirinya memutuskan untuk membongkar rumah kediamananya di jalan Pegangsaan Timur No. 56; dimana di rumah itulah Proklamasi Kemerdekaan itu dibacakan, dan kemudian sebagai gantinya membangun Tugu berbentuk linggis setinggi 17 meter dan meletakan simbol petir setinggi 1,5 meter di atasnya. Dipilihnya petir sebagai metafora dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu tentu lantaran petir adalah cahaya di atas cahaya dan adalah suara di atas suara yang dapat kita temui di alam ini.
Coba perhatikanlah ketika petir menyambar di langit. Bukankah cahayanya mengalahakan semua cahaya yang terlihat oleh mata? Dan bukankah suaranya menjeda dan meredam semua suara yang terdengar oleh telinga? Jadi, sederhananya kita menangkap melalui ini, nampak Bung Karno hendak mengatakan bahwa ajaran kemerdekaan yang dibawa oleh Proklamasi 17 Agustus 1945 itu, selain harus kita pandang sebagai sesuatu yang datangnya dari langit, ia juga adalah ajaran yang membawa nilai di atas segala nilai dan membawa prinsip di atas segala prinsip.
Dengannya menjadi besar artinya bagi bangsa ini untuk benar-benar terkoneksi dengan apa yang Bung Karno sebut dengan sebutan: Semangat Proklamasi. Sebab semangat proklamasi itulah yang telah menjadi sebab dapat terwujudnya kemerdekaan Indonesia dan terbebasnya bangsa ini dari perpecah-belahan dan derita panjang penjajahan. Karenanya jika kita adalah satu bangsa yang cerdas, marilah kita jadikan Tugu Petir ini sebagai satu alat yang efektif untuk menghubungkan kita dengan semangat yang terkandung dalam Proklamasi Kemerdekaan itu. Kita meski sadar betul bahwa satu-satunya jalan agar estafeta perjuangan para pendiri dan pahlawan bangsa ini dapat terus berlanjut dari generasi ke generasi adalah memastikan koneksi tersebut tetap terjaga.
Mari kita perhatikan dan renungkan kembali dengan seksama tiga dorongan luhur yang terkandung di balik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu.
#1 Semangat rela berjuang, berjuang mati-matian dengan penuh idealisme dan dengan mengesampingkan segala kepentingan diri sendiri.
Renungkanlah! Apakah jika semangat berjuang yang demikian itu tidak kita miliki di masa itu, adakah bangsa Indonesia ini dapat merdeka? Adakah kita dapat mendirikan negara dan menikmati alam kemerdekaan seperti sekarang ini? Tentu saja tidak! Maka perhatikanlah! Apakah jika hari ini kita sebagai pemegang estafeta perjuangan para pendiri dan pahlawan bangsa ini tidak memiliki semangat berjuang mati-matian yang penuh idealisme itu, akankah kita dapat menyelesaikan cita-cita revolusi Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan mewujudkan persaudaraan bangsa-bangsa? Tentu saja tidak!
Dari ini kita juga mengerti bahwa semangat berjuang mati-matian tentulah tidak dapat tercipta tanpa kita berpegang kepada keluhuran idealisme. Sebab haruslah ada sesuatu yang bersifat luhur dan amat berharga yang kita pegang dan yakini, yang untuknya kita siap untuk mengorbankan segala kepentingan diri kita sendiri dan berjuang mati-matian untuknya. Dan kita tahu bahwa idealisme kemerdekaan kebangsaan; dorongan luhur untuk mewujudkan kemerdekaan semua buat semua itulah yang sejak mula-mula menjadi landasan perjuangan para pahlawan bangsa ini. Dengannya pula kita sadar sesadarnya bahwa memperjuangan idealisme dimana setiap kita dapat saling hormat-menghormati; dimana kita sama-sama berdiri untuk saling memerdekaan, adalah perjuangan yang membuat kita menemukan arti menjadi manusia.
#2 Semangat persatuan, persatuan yang bulat-mutlak dengan tiada mengecualikan sesuatu golongan dan lapisan.
Kemudian renungkanlah! Apakah mungkin jika di masa itu kita tidak memiliki semangat persatuan yang demikian itu, kita dapat menjadi satu kesatuan kebangsaan dan satu kesatuan kenegaraan seperti sekarang ini? Tentu saja tidak mungkin! Semangat persatuan yang bulat-mutlak dengan tiada mengecualikan sesuatu golongan dan lapisan itulah yang telah memungkinkan kita yang tadinya adalah bangsa yang berpecah-belah dalam ego kesukuan, kelompok dan agama ini, pada akhirnya dapat berdiri berikrar bersama untuk bertanah-air yang satu, berbangsa yang satu dan berbahasa yang satu – Indonesia. Dan di atas semangat persatuan itu pula kita mampu mencapai kemerdekaan kita dan membangun Indonesia merdeka di atas dasar Pancasila.
Kita tentu insaf seinsafnya bahwa tanpa persatuan yang kuat tentu tidaklah mungkin bangsa ini dapat mencapai cita-citanya. Dan sejak mula-mula, semangat persatuan yang kita dengungkan dan gelorakan bukanlah persatuan di atas kepentingan kelompok dan golongan melainkan persatuan yang bulat mutlak dengan tiada mengecualikan satu golongan dan lapisan pun. Maka hendaklah kita setia kepada semangat persatuan ini. Hendaklah kita membuang jauh-jauh dan membersihkan sebersih-bersihnya segala pikiran dan tindakan yang menjerumuskan kita kepada perpecah-belahan. Hendaklah kita meninggalkan sejauh-jauhnnya egoisme kelompok dan golongan yang menjebak kita ke dalam sikap saling bangga membanggakan golongan masing-masing dan merendahkan golongan yang lain. Marilah kita hormati dan junjung tinggi nilai, prinsip dan semangat kemerdekaan semua buat semua itu. Marilah kita duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dan senantiasa berpegang kepada hikmah kebijaksanaan serta memutuskan segala sesuatu menurut permusyawaratan.
#3 Semangat membentuk dan membangun, membentuk dan membangun Negara dari ketiadaan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita hidup di dalamnya ini hari ini, adalah negara yang kita dirikan dari ketiadaan. Negara yang kita rakit dan susun setahap demi setahap. Negara yang harus terus kita sempurnakan waktu demi waktu hingga sampai kepada tergenapinya revolusi Indonesia. Maka semangat membangun negara ini adalah juga merupakan semangat untuk menuntaskan cita-cita revolusi Indonesia itu. Bung Karno sering kali mengingatkan bahwa revolusi Indonesia itu bukan sekedar mengusir penjajah. Revolusi Indonesia itu adalah satu perjuangan untuk mewujudkan dunia baru. Dunia tanpa eksploitasi manusia atas manusia bangsa atas bangsa di dalamnya. Bahwa NKRI yang kita cintai ini adalah alat revolusi kita yang bukan saja dengannya kita hendak mewujudkan satu masyarakat yang adil dan makmur, tapi kita juga hendak mewujudkan persaudaraan umat manusia atau persaudaraan bangsa-bangsa. Kita hendak mewujudkan satu dunia yang berdamai secara abadi dan bersih sepenuhnya dari budaya jajah-menjajah dan takluk-menaklukan.
Jadi, renungkanlah! Apakah dengan amanat revolusi yang sebesar itu dapat kita wujudkan tanpa semangat proklamasi? Tanpa semangat dan membangun negara dari ketiadaan? Tentu saja tidak mungkin! Maka, dengan semua itu tentu kita tegas memahami bahwa memastikan semangat proklamasi benar-benar tertanam secara kuat di dalam sanubari rakyat Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Dan tegas pula kita memahami bahwa satu-satunya jalan dan pilihan yang tersedia untuk kita adalah dengan membangun koneksi yang sedalam-dalamnya rakyat Indonesia dengan sejarah bangsanya.
MERDEKA..!!
merdekaaaaa!! sekali merdekaaa tetap merdekaaaa!! luar biasa sangat menggugah semangat dan dapat memahami betapa pentingnya "keterkoneksian" dengan sejarah, bahwa betul yang telah dijelaskan melalui artikel ini, siapa kita dan mau kemana kita sebagai sebuah bangsa? tentu tidak akan tahu arah dan tujuan kalau kita tidak mengenal sejarah bangsa kita sendiri...sukses selalu untuk Bung Edy Suryadi...Salam Nasional !! Merdekaaaa!!