Mari sekarang kita masuk terlebih
dulu ke era Nabi Adam untuk melihat lembar-lembar pertama peradaban umat
manusia dan melihat Visi Allah tentang perjalanan panjang peradaban umat
manusia itu sendiri. Kedudukan Nabi Adam sebagai khalifah pertama di atas bumi
ini dan sebagai satu-satunya manusia yang pernah tinggal di dalam tatanan surga
menjadi sangat penting darinya kita menarik pelajaran sebagai dasar kita untuk
memahami peran dan kedudukan kita di era sekarang ini.
Ada begitu banyak pelajaran sesungguhnya pada kisah Adam yang berada di lembar-lembar pertama peradaban manusia ini. Namun begitu, pada kajian ini kita akan fokus kepada memahami Visi Allah tentang peradaban umat manusia. Dan untuk memahami perkara itu kita dapat memulainya dengan melihat ayat berikut ini.
Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah
di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak
dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (Al-Baqarah [2]:30)
Perkara khalifah ini memang sebuah
perkara penting karena kepadanyalah tugas menjaga keseimbangan bumi ini
diserahkan. Karenanya tidak mengherankan jika para malaikat mengajukan
keberatan ketika Allah hendak menjadikan Adam sebagai khalifah di muka bumi. Dasar
argument para malaikat berkeberatan sebenarnya adalah karena memang para
malaikat telah tinggal bersama Adam di surga berapa waktu lamanya sebelum itu.
Dan kita tahu bahwa Adam telah menunjukan kedurhakaannya kepada Allah dengan
melanggar perintah Allah untuk tidak mendekati pohon khuldi itu.
Jadi dalam pandangan para malaikat,
jika Adam atau manusia dengan potensi kedurhakaan yang ada padanya itu Allah
jadikan khalifah di bumi, maka pastilah bumi hanya akan dipenuhi kerusakan dan
pertumpahan darah di dalamnya. Karenanya para malaikat mempertanyakan kenapa
Allah tidak memberikan tugas itu kepada mereka saja yang nyata sepenuhnya
berada dalam ketaatan kepada Allah. Dan Allah pun menegaskan kepada para
malaikat: “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Nah,
pernyataan Allah kepada para malaikat inilah yang kemudian mesti kita pahami
lebih jauh untuk dapat menangkap Visi Allah itu.
Jika kita perhatikan, pada ayat di
atas kita mendapati bahwa sebenarnya Allah sendiri tidak menyalahkan sepenuhnya
apa yang menjadi kekhawatiran para malaikat itu. Artinya visi para malaikat
tentang manusia itu tidaklah sepenuhnya salah. Hanya saja itu bukanlah sebuah
visi lengkap karena ada elemen-elemen lain tentang manusia yang para malaikat
belum mengetahuinya. Karena ituah kemudian Allah membuat sebuah pertunjukan
untuk memastikan para malaikat mengerti sepenuhnya Visi Allah tentang seperti
apa peradaban manusia akan berjalan di muka bumi nantinya. Dan ini dapat kita
pahami melalui ayat-ayat berikutnya.
Dan Dia ajarkan
kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat,
seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua ini, jika kamu yang benar!”
Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana.” Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka
nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman,
“Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan
bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?”
(QS. Al-Baqarah [2]:31-33)
Allah ajarkanlah kepada Adam di
hadapan para malaikat semua nama-nama. Kemudian Allah meminta para malaikat
untuk mempresentasikan nama-nama itu. Nah, disinilah para malaikat kemudian
menyadari akan keterbatasan pengetahuannya dan berkata: “Mahasuci Engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” Dan para malaikat
pun tidak mempresentasikan nama-nama itu karena mereka dan Allah sama-sama tahu
bahwa apa yang mereka ketahui itu ya hanya sebatas yang Allah beritahukan
kepada mereka itu saja.
Jadi perlu kita
pahami sedikit bahwa para malaikat ini memang adalah mahluk yang statis.
Perbendaharaan pengetahuan mereka hanyalah sebatas apa yang Allah beritahukan
kepada mereka saja. Jika Allah mengajarkan mereka A, B dan C, maka selamanya
mereka hanya tahu A, B dan C itu saja. Berbeda adanya dengan manusia. Manusia
adalah mahluk yang dinamis. Manusia adalah mahluk pembelajar yang cemerlang.
Manusia memiliki kemampuan menyerap pengetahuan dari apa yang meka lihat dan
alami. Manusia adalah mahluk yang mampu mengungkap hikmah-hikmah yang
tersebunyi di balik ciptaan Allah.
Karenanya itulah
ketika Adam kemudian mempresentasikan nama-nama yang telah diajarkan Allah
kepadanya, maka menjadi nyatalah bagi para malaikat bahwa penilaiannya kepada
Adam adalah keliru. Dan menjadi lengkaplah visi malaikat tentang manusia
sebagaimana Visi Allah itu. Dan Allah pun berfirman: “Bukankah telah
Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui
apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?”
Dari pada itu
kemudian dapatlah kita manarik kesimpulan bahwa dalam Visi Allah perjalanan
panjang peradaban umat manusia di atas bumi ini memanglah akan dipenuhi dengan
kerusakan dan pertumpahan darah. Namun begitu, kemampuan manusia untuk belajar
dari pengalaman dan kesalahan-kesalahannya, pada akhirnya manusia akan dapat sampai
kepada satu titik dimana mereka dapat mengatasi problematika kecenderungan
mereka untuk merusak dan menumpahkan darah. Pada akhirnya manusia akan sampai
kepada peradaban damai tanpa pertumpahan darah itu. Maka, mewujudkan peradaban
damai tanpa pertumpahan darah di dalamnya ini pula yang harus menjadi Visi kita manusia di hari ini.
Pertanyaannya
sekarang, mungkinkah manusia sampai pada titik terwujudnya peradaban damai
tanpa pertumpahan darah itu? Tentu saja bisa! Dan tentang perkara
ini sebenarnya sejak awal ketika diturunkannya manusia ke atas bumi, Allah sudah memberikan
clue. Allah telah meninggalkan petunjuk kunci bagi umat manusia untuk sampai
kepada peradaban yang demikian itu. Dimana tentang perkara ini dapat kita
pahami melalui ayat berikut:
Dia (Allah)
berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi
musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka
(ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak
akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia
akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari
Kiamat dalam keadaan buta.” (Taha [20]:123-124)
Jadi sejak dari
awal diturunkannya Adam dan Hawa di atas bumi ini, Allah telah menjelaskan
bahwa problem paling mendasar yang akan dihadapi peradaban umat manusia adalah
‘permusuh-musuhan’. Dan kenyataan ini pulalah yang telah kita saksikan dalam
perjalanan panjang peradaban umat manusia sampai hari ini. Peperangan dan
saling mempertumpahkan darah nyaris tidak pernah abstain dari sejarah peradaban
umat manusia sejak awal sampai dengan saat ini. Namun begitu, Allah telah berjanji
akan mendatangkan petunjuk kepada manusia untuk mengatasi persoalan besar itu. Dan
petunjuk pertama bagi manusia yang juga adalah petujuk kunci bagi persoalan
besar itu, Allah berikan bersama dengan diturunkannya Adam dan Hawa ke atas
bumi ini.
Jadi, tentu bukan
tanpa alasan ketika Allah menurunkan Adam dan Hawa, Allah menurunkanya secara
terpisah dan dalam jarak yang begitu jauh. Ini tentu bukan karena Allah hendak
menyusahkan Adam dan Hawa, melainkan pastilah karena Allah hendak memberikan
pelajaran kepada manusia. Karena Allah hendak meletakan pentujuk sebagaimana
dijanjikan-Nya itu. Dan petunjuk pertama yang menjadi kunci penyelesaian
problem besar umat manusia itu Allah letakan di titik pertemuan Adam dan Hawa
itu sendiri.
Jabal Rahmah yang
menjadi center of Arafah itulah tanda pertama untuk umat manusia. Jabal Rahmah
yang berarti bukit kasih sayang; tempat dimana Adam dan Hawa betemu ini menjadi
pengingat bagi umat manusia bahwa hanya dengan berdiri di atas dasar hukum
kasih sayang sajalah manusia dapat menyelesaikan PR besarnya dan mewujudkan
peradaban damai tanpa pertumpahan darah itu. Jabal Rahmah menjadi simbol abadi
bagi manusia akan kekuatan kasih sayang sebagai elemen pemersatu. Jabal Rahmah
juga menjadi pengingat bagi kita bahwa dari diri yang satulah kita semua
bermula. Kenyataan ini sesungguhnya menempatkan kita pada posisi tidak memiliki
satu pun alasan untuk tidak berkasih sayang.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan kasih
sayang. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. An Nisa [4]:1)
Di puncak Jabal
Rahmah itulah kita mendapati Tugu Kasih Sayang yang dibangun untuk menjadi
monumen yang mengingatkan kita untuk menghormati hukum kasih sayang Allah itu. Berkumpul
di padang Arafah di sekitar Tugu Kasih Sayang ini telah menjadi sebuah ritual
penting dimana jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia berkumpul setiap tahunnya
untuk melakukan wukuf di sana. Dan bahkan wukuf di Arafah itu sendiri merupakan
satu prosesi inti dari pada ibadah haji itu sebagaimana dalam sebuh hadits ada
diterangkan: “Al Hajj Arafah”. Inti dari haji adalah Arfah.
Bahkan haji itu
sendiri sebenarnya adalah sebuah ritual yang berisi metodelogi warisan para
nabi tentang bagaimana cara mewujudkan visi peradaban damai tanpa pertumpahan
darah itu tadi. Haji merupakan napak tilas kenabian yang di dalamnya berisi
simpul-simpul ajaran yang dibawa oleh para nabi sejak Nabi Adam sampai dengan
Nabi Muhammad. Tentang perkara haji ini tentu tidak akan kita bahas di sini
tapi insha Allah akan kita bahas pada kesempatan yang lain.
Intinya adalah
kita manusia harus menyadari betul keberadaan visi peradaban manusia itu.
Dimana mewujudkan satu peradaban damai tanpa pertumpahan darah di dalamnya itu
haruslah menjadi visi peradaban kita hari ini. Dan hendaklah juga kita
menyadari betul bahwa satu-satunya landasan yang memungkinkan kita untuk kaluar
dari problematika kecenderungan kita untuk bermusuh-musuhan adalah kembali
kepada fitrah yang Allah tetapkan atas penciptaan kita sejak mula-mula. Kasih
Sayang.
Social Media